Ini cerita tentang polisi penjara.
Aku adalah seorang polisi penjara di sebuah kota di negeri atas angin. kota yang penduduknya ramah-ramah. Hari itu tepatnya hari selasa 13 september 2016, kantor kami akan ngadain acara makan bareng dengan keluarga besar penjara atap langit. Rencananya, menu makanannya adalah gulai kambing ama sate kambing. Pak Muji yang merupakan rekan kerjaku dan sekali gus adalah tetanggaku, bersedia memasakkan makanan perjamuan
akbar tersebut. Akbar coyy...akbar mana mana akbar...hihi...
Rekan kerja yang tinggal satu
komplek dengan pak Muji turun tangan untuk membantu memasak. Pokoknya besok
pagi menu makanan harus sudah siap disantap rame-rame.
Jadi lah sore itu ramai dirumah pak Muji untuk membantu
masak-masak. Ada yang kebagian tugas ngiris bawang, ngulek. Ada juga jadi
tukang tusuk sate.
Aku, Widot dan pak Igun dapat tugas menangkap ayam. Pak Igun nyumbangin ayam jantannya 2 ekor untuk disate.
perburuan pun dimulai. tanpa perlawanan berarti 1 ekor berhasil ditangkap karena kebetulan itu ayam masuk kekandang, jadi tinggal sergap. sikat. tangkap. ringkus. atau apalah...hehe. Yang satunya lagi berhasil
kabur dari kandang. yang satu itu sepertinya memiliki naluri yang tajam untuk mendeteksi bahaya yang mengancam nyawanya.
Kami pun bertiga melakukan pengejaran. Muter kiri, muter kanan, sergap...lolos. kejar lagi...lagi lagi dikejar...melewati semak-semak, melompati comberan, tiarap di bawah jemuran, meliuk ke kiri ke kanan, sergap...lolos lagi. Lari kencang..hilang jejak...kami lelah. Ngos-ngosan. Widot yang rada tambun terduduk kehabisan nafas. Aku jalan terengah-engah. Pak Igun jalan sempoyongan mencari jejak.
Kami pun bertiga melakukan pengejaran. Muter kiri, muter kanan, sergap...lolos. kejar lagi...lagi lagi dikejar...melewati semak-semak, melompati comberan, tiarap di bawah jemuran, meliuk ke kiri ke kanan, sergap...lolos lagi. Lari kencang..hilang jejak...kami lelah. Ngos-ngosan. Widot yang rada tambun terduduk kehabisan nafas. Aku jalan terengah-engah. Pak Igun jalan sempoyongan mencari jejak.
“itu dia” teriak pak Igun. Ayamnya disamping rumahku. Sepertinya
aku harus menggunakan senjata pamungkasku untuk menangkap ayam itu. Sudah terlalu
lelah kami mengejarmu anak muda. Aku memompa senapan angin yang sedari tadi aku
bawa. Sudah cukup Ferguso kau membuat hidup kami terasa sulit.
“ya pak, jangan dekat dulu saya mau nembak ayamnya”
Aku membidik kepalanya. Dorr....ayamnya kabur. Tembakanku meleset.
Dia lari kesamping rumah pak Nyayuks. Dia berbaur dengan ayam
yang lain. Dia sedang ngobrol dengan seekor betina dan dua ekor jantan. Tidak terlau
banyak gerakan namun temannya yang betina terlalu pecicilan. Ga mau diam. Kutahan
tembakanku. Kutunggu si betina diam. Hingga akhirnya di berhenti di samping
kanan si jantan incaranku.
Akupun mengarahkan senjataku ke target, Si jantan yang tua
keladi dan bau tanah yang dagingnya mungkin sudah sangat alot itu. Kutarik napas
dalam-dalam untuk persiapan menahan napas saat menembak, moncong senajataku tetap di posisi kuncian. Kali ini aku yakin si
jantan akan terkapar. Selain karena jaraknya hanya 6 meter juga karena si jantan gak banyak gerak. sepertinya dia sedang merayu si betina. Memang si betina itu merupakan kembang desa di
komplek kami. Jadi wajar si tua bangka itu ngebet pengen memilikinya.
Aku mengucapkan basmala dalam hati. Mata kiriku tajam
menatap si tua bangka. Target sudah terkunci. Kepalanya akan bocor terkena perulu
tumpulku. Timah sebesar upil akan membuatnya tak lagi ganjen. Dia akan bertobat
di tarikan nafas terakhirnya. Tapi sudah
terlambat. Pertaubatanmu tidak di terima lagi wahai si tua bangka. sudah
terlabat...
Kutarik pelatuknya...dorrr.....dan....ayam berhamburnan. Tapi
aku melihat ada yang klepek-klepek...alhamdulillah ayamnya kena.
“ pak Igun, ayamnya sudah kena” teriakku girang pada pak Igun. Bangga bisa meringankan beban
perburuan Widot dan pak Igun.
“kena kah...berarti lain tu. Maka itu ayam nya yang handak
kita tangkap...?” ujar pak Igun dengan nada pasrah, sambil menunjuk kearah
sasaran yang berhasil kabur. Dia mendekati ayam yang klepek-klepek. Ternyata ayam
indukan pak Igun yang kena peluru. “ya kan... lain. Ini ayam indukan-ku”
Whatttt...tembakanku meleset kah.? Bhahahahahaaaa...aku langsung tertawa
terpingkal-pingkal. Tidak perduli dengan kesedihan pak Igun. tidak perduli untuk bersimpati atas kematian si bunga desa,
indukan kesayangan pak Igun.
Bhahahahaha...aku terpingkal-pingkal. Aku teringat dengan
anekdot bahwa hati-hati sama polisi penjara. Kalau dia nembak, membidik kaki, Kepala
yang kena. Bhahahaha...
Gimana tidak. Pelatihan menembak polisi penjara boleh
dibilang gak pernah. Soalnya hanya dilatih pada saat latihan kesamaptaan. Itu pun
hanya satu kali saja selama pelatihan kesamapataan tersebut. Dan pelatihan
kesamaptaan Itu terkadang hanya sekali selama
menjadi polisi penjara sampai dia pensiun nanti. Gimana ga meleset tembakannya.
Jangan sampai kalian jadi sasaran tembaknya pak polisi penjara.
Ayam mana ayam...tembak...
BIDIK KAKI KENA KEPALA
Reviewed by KOST PUTRI 165
on
September 15, 2016
Rating:
No comments: